Kuliner Jawa Barat atau yang biasa disebut masakan Sunda, memiliki kekhasan tersendiri: segar, ringan, dan mengandalkan bahan-bahan alami. Dari nasi liwet hingga karedok dan lotek, kuliner Jawa Barat tumbuh bersama budaya agraris masyarakat Sunda yang lekat dengan alam.
AWAL MULA: MASYARAKAT AGRARIS DAN ALAM
Sejak zaman Kerajaan Sunda dan Pajajaran, masyarakat Jawa Barat hidup berdampingan dengan alam. Gaya hidup agraris ini membentuk kebiasaan makan yang sederhana namun sehat. Bahan makanan seperti daun-daunan, umbi-umbian, dan ikan air tawar menjadi bahan pokok.
Menu seperti lalapan dengan sambal, sayur asem, dan pepes mencerminkan kedekatan masyarakat Sunda dengan kekayaan alam. Teknik memasak pun cenderung mempertahankan rasa asli bahan, tanpa terlalu banyak bumbu berat.
PENGARUH BUDAYA DAN KOLONIAL
Meskipun lebih terisolasi dari pengaruh luar dibanding Jawa Timur atau Jawa Tengah, kuliner Jawa Barat tetap mendapat sentuhan budaya dari luar, terutama dari Tionghoa dan Belanda. Ini terlihat dari makanan seperti bakmi, tahu gejrot, dan serabi.
Pengaruh kolonial juga terlihat dari kebiasaan menyajikan makanan dalam piring dan tata cara makan yang lebih terstruktur, terutama di kalangan priayi Sunda.
CITA RASA KHAS: SEGAR, ASAM, DAN PEDAS
Berbeda dari daerah lain di Jawa, masakan Jawa Barat menonjolkan rasa segar dan alami. Banyak hidangan disajikan mentah atau setengah matang, seperti karedok (sayuran mentah dengan bumbu kacang), dan sambal dadak (sambal yang dibuat saat itu juga).
Rasa asam dari asam jawa atau belimbing wuluh sering hadir dalam hidangan seperti sayur asem. Sementara rasa pedas diperoleh dari sambal yang selalu menjadi pelengkap wajib.
WARISAN YANG HIDUP DALAM TRADISI HARIAN
Kuliner Jawa Barat tidak hanya hadir dalam acara besar, tetapi juga sangat kuat dalam kehidupan sehari-hari. Kebiasaan makan bersama di saung atau lesehan menjadi bagian dari budaya guyub masyarakat Sunda.
Hingga kini, kuliner Jawa Barat tetap dijaga melalui tradisi keluarga, pasar tradisional, hingga restoran khas Sunda. Makanan bukan sekadar kebutuhan, tetapi juga wujud rasa syukur, kebersamaan, dan kecintaan pada alam.
0 comments:
Posting Komentar